Penulis: Editor Climate Reality Indonesia
Di antara ribuan kegiatan di COP28 UNFCCC, Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim di Dubai yang berlangsung dari 30 November – 2 Desember, sebuah film dokumenter dari Indonesia menarik perhatian berbagai pihak.
Dengan durasi 25 menit, film “Degayu: Against the Shore” yang berbahasa Indonesia dengan subtitle bahasa Inggris ini berkisah tentang komunitas pesisir di kelurahan Degayu, Pekalongan, Jawa Tengah. Permukiman di sana telah terendam secara permanen sejak 2017 dan menurut proyeksi, pada 2035 akan terbengkalai dan perlahan tenggelam karena naiknya permukaan laut dan penurunan tanah.
Dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut, banjir dan kekeringan secara telak merusak ekosistem dan menghantam penduduk paling miskin dan rentan, terutama di pulau-pulau kecil, daerah pesisir, kota-kota besar, dan pegunungan tinggi.
Masyarakat Degayu kini sedang berjuang, beradaptasi dengan keadaan, serta membuktikan bahwa mereka dapat membangun daya tahan menghadapi krisis iklim.
Degayu yang mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh area pantai di seluruh dunia, merupakan bukti nyata yang memperkuat perlunya pendanaan untuk kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim.
Selain di Paviliun Indonesia, film juga ditonton dan di diskusikan di Monash Pavilion, Civil Society Hub, serta acara gabungan YOUNGO (konstituensi pemuda untuk UNFCCC), ICLEI, dan Care About Climate.
Adapun One UN Climate Change Learning Partnership (UN CC:Learn) sebuah inisiatif kolaborasi 30 lembaga multilateral, mengadakan diskusi intensif dengan sutradara “Degayu: Against the Shore” dan menayangkan informasi pemutaran film di semua akun media sosial UN CC:Learn.
Pemutaran film dan diskusi “Degayu: Against the Shore” bersama sutradara dan produser eksekutif film tersebut di COP28 Dubai,” dapat terlaksana dengan sukses berkat dukungan PT Pertamina (Persero).
Dari media monitoring yang dilaksanakan ClimArt keberhasilan film tersebut di Dubai diangkat oleh sejumlah media massa nasional. Sedangkan siaran pers juga tayang di situs web United Nations Framework Convention on Climate Change yang menjadi rujukan para pencari berita tentang COP28.
Sebagian besar pemirsa di Dubai tergugah dan berpendapat, meski banyak yang sudah mengetahui tentang kenaikan permukaan laut, masih sedikit yang memahami tingkat keparahan yang sesungguhnya. Film ini membuka mata terhadap tantangan yang akan kita hadapi di masa depan jika tidak segera berubah.
Diproduksi oleh ClimArt, gerakan Youth Climate Reality Leaders, film ini merupakan gabungan seni dan aksi iklim yang menargetkan hati masyarakat, khususnya generasi muda. Ahsania AR Aghnetta, sutradara berusia 23 tahun, menghadirkan perspektif baru dalam menyampaikan krisis iklim, dan berharap para pembuat film dan aktivis seni menggunakan kreativitas mereka untuk menyuarakan penderitaan komunitas yang terlupakan.
Dengan pendekatan dokumenter ekspositori dan poetik, film ini menyatukan fakta dan emosi, diperkaya dengan soundtrack orisinal, ciptaan pemuda lokal di Pekalongan, yang menambah nuansa emosional dalam menghadapi krisis iklim.
Pada pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB di Dubai, para delegasi sepakat untuk secara formal membentuk sebuah dana untuk kerugian dan kerusakan (loss and damage fund). Dana ini bertujuan memberikan dukungan kepada negara-negara yang sangat terdampak oleh perubahan iklim. Negara-negara berkembang, yang kontribusinya terhadap krisis iklim sangat minim, saat ini menghadapi efek paling destruktif berupa banjir, kekeringan, dan naiknya permukaan laut.
Keren bangetsss!
waww keren sekali dan sangat menginspirasiii!!✨
Mantapp 🤩
Keren banget, semoga dengan tayangnya film DeGayu di COP28 dapat menambah awareness berbagai pihak dan lapisan masyarakat terhadap lingkungan dan iklim. What an amazing job from DeGayu’s team!🤩🤩
Keren, contoh aksi nyata yang terbalut dalam karya seni