Oleh: Otto S. R. Ongkosongo
Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN), Anggota Climate Reality Indonesia
Dari berbagai sumber dan analisis serta pengalaman pribadi dapat diuraikan beberapa hal mengenai pesisir dan pantai di dunia, khususnya di Indonesia, sebagai diuraikan berikut. Sudah banyak dibicarakan mengenai pertambahan jumlah penduduk dunia. Pada awal tahun 1900 jumlah penduduk diperkirakan baru sekitar 1,6 milyard, sementara seratus tahun kemudian (tahun 2000) menjadi 6,1 milyard, dan pada tahun 2020 telah menjadi 7,8 milyard orang. Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan semakin panasnya atmosfer akibat aneka macam kegiatan dan modifikasi lingkungan. Wilayah pesisir yang semula kurang banyak dihuni menjadi semakin banyak dimukimi.
Diperkirakan sudah sekitar 200 juta penduduk tinggal pada elevasi di bawah 5 m, sehingga semakin banyak yang rentan akan pengaruh genangan banjir rob atau pantai di dekatnya tererosi gelombang laut. Muka laut sudah semakin menaik karena pemanasan global mencairkan semakin luas dan semakin tebal lapisan es yang menyelimuti bumi. Lahan pesisir dengan demikian cenderung semakin menyusut secara permanen karena tergenang air laut yang menaik dan semakin menyusup jauh ke daratan. Penggunaan lahannya untuk bermukim manusia dengan segala macam kegiatannya menjadi semakin berisiko menyusahkan. Saat ini, sebagai misal, daratan pesisir di Timur Teluk Jakarta sudah mengalami erosi berat. Proyeksi ilmiah daratan tersebut pada tahun 2050 diperkirakan akan semakin luas lahan daratannya tergenang air secara permanen.
Analisis data inderaja selama 33 tahun antara 1984-2016 oleh Luijendijk dkk (2018) menunjukkan bahwa sekitar 31 % pantai di dunia dibentuk oleh pasir.Umumnya pada lahan tepi pantai yang berpasir yang banyak dihuni atau ditempati dan atau dibudidayakan manusia. Sementara disimpulkan bahwa 24 % dari pantai berpasir tersebut tererosi dengan kecepatan lebih dari 0.5 m/tahun. Di sisi lain banyak lahan pesisir yang ambles seperti di daerah-daerah sekeliling Teluk Jakarta, Pekalongan, Semarang-Demak, serta Surabaya dan sekitarnya. Beruntung banyak pantai dibentuk oleh perbukitan batuan sehingga sekitar 48 % pantai di dunia relatif stabil. Demikian pula perusakan lahan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) menyebabkan banyak muatan sedimen yang terbawa sungai yang menghasilkan 28% pantai menjadi maju membentuk daratan baru ke arah laut. Meskipun demikian pengubahan bentang alam hutan menjadi terbuka khususnya di daerah hulu merupakan salah satu penyebab peningkatan pemanasan global.
Diketahui bahwa erosi pantai tidak hanya disebabkan oleh energi lateral khususnya gelombang laut yang menggerus pantai. Semakin banyak masyarakat perlu semakin menghayati bahwa Indonesia merupakan negara yang bukan saja rentan bencana hidrometeorologi, namun juga rentan bencana tektonik, Sejarah menunjukkan bahwa bencana tektonik dapat mengubah daratan pantai menjadi secara tiba-tiba atau perlahan menurun menjadi tergenang air, atau sebaliknya terangkat meninggikan elevasinya. Sementara masih banyak masyarakat yang masih belum berperilaku dan berwawasan lingkungan, baik karena keterpaksaan atau sebab yang lain.
Bagaimanapun juga Indonesia sebagai negara kepulauan perlu terus memperdalam pemahamannya mengenai dinamika pesisir dan pantainya, dengan secara lebih serius. Harus terus mengevaluasi serta secara cermat dan berkelanjutan memantau perubahan lansekap pesisir dan pantai kita yang tersebar di ribuan pulau yang sangat luas dan pada pantai yang sangat panjang. Semakin intensif tekanan yang dialami pesisir dan pantai Indonesia.