Oleh: Nandini Sunito dan Danesh Warasudito
Adanya dukungan dari keluarga meyakinkan Nandini Sunito (18) dan Danesh Warasudito (25), sepasang adik-kakak, untuk ikut serta dalam pelatihan The Climate Change Reality Project (TCRP) yang dilakukan secara virtual dengan lebih dari 500 Climate Leaders dari seluruh dunia. Ketertarikannya dalam isu lingkungan telah tertanam dari orang tuanya yang juga bekerja di bidang lingkungan.
“Ya tanpa sengaja saya punya banyak pengalaman terjun langsung ngeliat ikut orang tua,” ujar Nandini saat diwawancara pada Kamis, 28 Oktober 2021.
Nandini juga mengungkapkan bahwa keluarga merupakan lingkup pertama yang bisa membentuk ketertarikan terhadap isu lingkungan. “Jadi ya ga jauh-jauh banget kan interest dari biasanya orang tua sama anak,” ujar Nandini.
“Di keluarga kita misalnya, ya sangat interest dengan bidang lingkungan. Mungkin di orang tua atau keluarga teman saya pola pikirnya ga ke arah sana,” ujar Nandini. Menurutnya, memang salah satu faktor yang memengaruhi adalah latar belakang keluarga, terutama pekerjaan ayah dan ibu mereka.
Kedua orang tuanya, Melani Abdulkadir Sunito (58) selaku co-founder di Samdhana Institute. dan Satyawan Sunito (69), merupakan dosen Fakultas Ekologi Manusia di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan peneliti di bidang agraria.
Bagi Nandini, ketertarikannya pada bidang biologi menjadi motivasi untuk ingin terjun ke bidang perubahan iklim. Sebelumnya ia telah aktif untuk membagikan pengetahuannya tentang Kebun Raya Bogor kepada masyarakat luas melalui program Jalan Bermakna yang diprakarsai oleh Ibunya.
Peran keluarga memiliki pengaruh yang kuat untuk menanamkan gaya hidup peduli lingkungan. Saat Kebun Raya Bogor berencana untuk menghadang Glow; sebuah wisata malam yang dilakukan di dalam area Kebun Raya Bogor dengan aksesoris lampu warna-warni, Keluarga Sunito mengadvokasikan ketidaksetujuannya melalui media sosial Facebook karena berpotensi mengganggu siklus kehidupan tumbuhan dan hewan di Kebun Raya Bogor.
“Ya, sebenarnya program ini bukan cuma aku aja, tapi kalau ada orang lain yang juga punya pengetahuan tentang Kebun Raya Bogor ya silakan saja siapa saja bisa,” ujar Nandini.
Begitu juga kakaknya, Danesh, beranggapan bahwa memang ketertarikan mereka dalam isu lingkungan berawal dari keluarganya. “Orang tua memang sering bercerita karena pekerjaan mereka kan bersinggungan dengan isu lingkungan,” kata Danesh saat diwawancara di hari yang sama.
Berbagai pengalaman dari cerita pekerjaan kedua orang tua mereka menjadi salah satu alasan utama untuk tertarik pada isu lingkungan. “Mungkin tanpa ada maksud khusus untuk seperti membuat kami peduli terhadap lingkungan atau apa, tapi dari cerita-cerita itu saja sudah cukup untuk membuat kami berminat terhadap isu lingkungan,” lanjut Danesh.
Sebagai lulusan mahasiswa kehutanan di Institut Pertanian Bogor (IPB), ia menuangkan kepeduliannya terhadap lingkungan melalui penemuan akhirnya mengenai perhitungan karbon. Harapannya tentu bisa menjadikan penelitiannya sebagai referensi agar jumlah karbon yang tersebar bisa dikelola lebih baik.
Implementasi yang diterapkan memang membutuhkan teknis khusus, tapi ia juga mengatakan bahwa bisa dimulai dari gaya hidup hal yang sederhana saja. Ia bercerita bahwa masih banyak orang yang kurang sadar bahwa karbon sebenarnya bisa berasal dari hal yang orang-orang tentukan. Salah satunya saat menentukan akan makan daging sapi yang membutuhkan proses pengolahan yang lebih panjang. Dari proses tersebut tentu akan lebih menghasilkan banyak karbon karena jumlah pengolahannya relatif sedikit dibandingkan daging lainnya, misalnya ayam.
Tidak melulu mengenai karbon, Danesh juga berbagi pandangannya tentang gaya hidup yang didukung oleh keluarga. “Menurut saya, gaya hidup yang mengurangi sampah, menggunakan listrik seperlunya, dan hal-hal seperti itu agak sulit dilakukan kalo di rumah tuh tidak ada support dari keluarga. Rasanya nanti akan kaya kita yang aneh sendiri gitu,” imbuh Danesh.
Keluarga bisa menjadi titik awal untuk mulai menanamkan kebiasaan yang lebih bermanfaat untuk lingkungan pada satu sama lain. Meskipun dari hal-hal kecil, tapi dukungan keluarga cukup berperan besar. Sebagai kelompok terkecil dan terdekat bagi setiap orang akan lebih nyaman untuk memulai kebiasaan kecil untuk melakukan perubahan, baik gaya hidup maupun pola pikir.