loader

Visit

[Virtual Office] Office 8 Building, Level 18A. Jalan Jenderal Sudirman 52-53. Jakarta 12190. Indonesia

The Climate Realty Project Light Logo
21 June

Youth Climate Leadership Camp 2024 – Day 3

Pada hari terakhir, yaitu hari ketiga, para peserta disambut dengan semangat yang tinggi, seperti hari-hari sebelumnya. Kegiatan pagi hari dimulai dengan sesi senam yang bertujuan untuk membangkitkan semangat dan energi peserta sebelum memasuki rangkaian acara selanjutnya. Namun, ada yang istimewa pada hari ketiga ini, karena untuk meningkatkan kolaborasi dan kebersamaan antara peserta dan fasilitator, sesi senam dipimpin oleh salah satu peserta.
Peserta yang memimpin memilih untuk memimpin senam dengan gerakan tari Maumere, sebuah tarian tradisional dari Indonesia yang terkenal dengan ritme dan gerakannya yang energik. Peserta dan fasilitator bersama-sama mengikuti gerakan Jiilaan dengan penuh semangat dan keceriaan. Selama kurang lebih 20 menit, semua peserta terlibat aktif dalam sesi ini, tertawa, bergerak, dan merasakan kebersamaan yang semakin erat.

Setelah sesi senam yang menyegarkan, para peserta diajak untuk menikmati sarapan bersama. Sarapan ini tidak hanya berfungsi untuk mengisi kembali energi setelah aktivitas fisik, tetapi juga menjadi momen penting bagi peserta untuk berinteraksi dan berbagi cerita satu sama lain. Mereka berbincang tentang pengalaman mereka selama dua hari sebelumnya, saling memberikan motivasi, dan mempererat ikatan kebersamaan di antara mereka.
Pada jam 8 pagi waktu setempat, para peserta kembali diajak untuk memulai kegiatan inti dari seluruh rangkaian acara yang telah mereka pelajari selama beberapa hari terakhir. Kegiatan ini merupakan puncak dari semua sesi sebelumnya, yaitu mempresentasikan proyek pasca acara yang akan mereka laksanakan secara berkelanjutan setelah acara YCLC selesai.

Setiap peserta diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusi dan proyek mereka dalam waktu 7-10 menit. Presentasi ini mencakup berbagai ide dan rencana yang telah mereka kembangkan, berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh selama sesi-sesi sebelumnya. Dalam suasana yang penuh antusiasme, peserta satu per satu naik ke panggung untuk berbagi visi mereka mengenai bagaimana mereka akan mengimplementasikan proyek-proyek ini di komunitas masing-masing.
Selama presentasi, para peserta tidak hanya berbicara tentang rencana mereka, tetapi juga menunjukkan pemahaman mendalam tentang tantangan yang akan mereka hadapi dan strategi untuk mengatasinya. Mereka menampilkan poster, slide, dan video untuk mendukung

penjelasan mereka, menunjukkan kreativitas dan inovasi dalam setiap proyek.
Yang membuat sesi ini lebih bermakna adalah kehadiran mentor masing-masing peserta. Mentor-mentor ini telah mendampingi mereka sejak awal acara, memberikan bimbingan dan dukungan. Saat presentasi berlangsung, mentor-mentor ini berdiri di samping peserta, siap memberikan masukan dan nasihat terkait rencana yang dipaparkan. Kehadiran mentor memberikan rasa percaya diri tambahan bagi peserta, serta memastikan bahwa setiap proyek memiliki pondasi yang kuat untuk bisa dijalankan setelah acara berakhir.
Setelah setiap presentasi, para mentor memberikan feedback yang konstruktif. Mereka menyoroti kekuatan dari setiap proyek, memberikan saran untuk perbaikan, dan mendorong peserta untuk berpikir lebih kritis tentang langkah-langkah implementasi. Selain itu, mentor juga membantu peserta memahami potensi dampak dari proyek mereka dan bagaimana cara mengukur kesuksesan. Berikut keseluruhan Post Project yang akan peserta laksanakan :
Proyek dari Earth Projector adalah inisiatif komprehensif yang bertujuan untuk mengatasi dampak lingkungan yang signifikan dari limbah makanan melalui pendidikan publik dan strategi pengelolaan limbah yang inovatif. Proyek ini dimulai dengan premis bahwa mengurangi limbah makanan tidak hanya melindungi Bumi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan. Inisiatif ini, dengan slogan “Eat ur Food for ur Mood,” menekankan keterkaitan antara kebiasaan konsumsi makanan dan kesehatan lingkungan.

Inti dari proyek ini adalah penyebaran informasi yang bersumber dari Laporan Indeks Limbah Makanan 2024 dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP). Laporan ini memberikan wawasan kritis tentang keadaan limbah makanan saat ini di seluruh dunia dan menyoroti urgensi penerapan strategi pengurangan. Proyek ini memanfaatkan data ini untuk mendorong praktik konsumsi yang bertanggung jawab dan solusi pengelolaan limbah yang inovatif.
Komponen edukasi berfokus pada peningkatan kesadaran tentang efek buruk dari limbah makanan, seperti emisi gas rumah kaca dan penipisan sumber daya. Melalui berbagai kampanye dan materi, proyek ini berupaya menginformasikan masyarakat tentang manfaat nyata dari pengurangan limbah makanan, yang meliputi perlindungan lingkungan, konservasi sumber daya, dan peningkatan kesehatan masyarakat. Aspek penting dari proyek ini melibatkan keterlibatan publik dalam

aktivitas praktis. Peserta didorong untuk mendokumentasikan upaya mereka dalam mengurangi limbah makanan melalui foto dan video, menggunakan template yang disediakan untuk membuat pesan yang berdampak. Media ini kemudian dibagikan di platform media sosial seperti Instagram, membangun komunitas individu yang sadar lingkungan dan menginspirasi orang lain untuk melakukan tindakan serupa.

Proyek ini juga menyoroti manfaat tambahan dari pengurangan limbah makanan, yang melampaui keuntungan lingkungan untuk mencakup keuntungan sosial dan ekonomi. Dengan mempromosikan budaya keberlanjutan, proyek ini bertujuan untuk menciptakan efek berantai yang mendorong praktik konsumsi makanan dan pengelolaan limbah yang lebih berkelanjutan. Keberhasilan proyek ini akan diukur melalui peningkatan keterlibatan publik, penurunan tingkat limbah makanan, dan penerapan praktik pengelolaan limbah yang inovatif. Tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi perubahan masyarakat yang lebih luas yang mengarah pada dunia yang lebih berkelanjutan dan adil.

Tim Young Eco Guardians terdiri dari lima pemuda dari Indonesia dan Afghanistan yang sangat peduli terhadap ekosistem dan kesejahteraan planet ini. Mereka adalah Baburi dan Kakar dari Afghanistan, serta Bram dari Malang, Aldira dari Jakarta, dan Aulia dari Bogor, Indonesia. Tim ini berkomitmen untuk memberikan kontribusi positif bagi bumi yang telah memberi mereka banyak berkah.

Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak perubahan iklim dan mengadvokasi tindakan untuk mengurangi dampak tersebut. Mereka menyoroti beberapa kekhawatiran utama seperti dampak mental akibat peristiwa terkait iklim, peningkatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem seperti gelombang panas, banjir, kekeringan, dan badai, serta kenaikan suhu global yang disebabkan oleh pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer. Semua ini memiliki dampak besar terhadap lingkungan dan kehidupan sosial. Sebagai respon terhadap isu-isu tersebut, tim Young Eco Guardians akan menyuarakan dan meningkatkan kesadaran melalui berbagai saluran, termasuk pertemuan lingkungan, media sosial, dan seminar edukatif. Mereka juga akan bekerja sama dengan legislator nasional dan lokal untuk mendorong undang undang baru yang mendukung aksi iklim. Selain itu, mereka akan berpartisipasi dalam program yang melacak dan meningkatkan respons terhadap keadaan darurat iklim.

Proyek ini juga mencakup tindakan nyata, di mana mereka akan membuat video dalam bahasa Inggris dengan keterangan dalam bahasa berbeda untuk setiap negara perwakilan. Video ini akan diposting di media sosial seperti Instagram untuk mencapai audiens yang lebih luas dan menjaga konsistensi pesan mereka.Selain menyebarkan pesan kepada orang lain, tim Young Eco Guardians juga berkomitmen untuk menerapkan perubahan gaya hidup dalam kehidupan sehari-hari mereka, seperti mengurangi penggunaan plastik dan menggunakan transportasi umum. Mereka menyadari bahwa mengubah pola pikir orang adalah tantangan besar, tetapi mereka tetap berusaha memberikan wawasan dan pengingat tentang pentingnya bertindak sekarang untuk menghindari dampak negatif di masa depan.

Proyek dari Young Eco Innovators yaitu “Young Eco Innovators Goes to School” adalah sebuah inisiatif ambisius yang dirancang oleh Alfonso Sean Prayoga, Lu Qi Fang, Jihan Anggita Putri, Megan Alexis, dan Muhammad Qeyas. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi kaum muda dalam aksi konservasi lingkungan, dengan fokus khusus pada keanekaragaman hayati dan ancaman-ancaman yang dihadapinya.

Berawal dari kekhawatiran tentang dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia, tim proyek mengidentifikasi beberapa masalah utama seperti deforestasi, perburuan liar, dan degradasi habitat. Berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), sekitar 1.900 spesies di Indonesia terancam punah, termasuk spesies langka seperti orangutan, harimau, dan gajah. Masalah ini menjadi titik awal dari misi proyek ini untuk mengedukasi dan melibatkan kaum muda dalam aksi konservasi.

Tujuan dari proyek ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman kaum muda mengenai masalah-masalah lingkungan yang ada. Tim berharap bahwa dengan meningkatkan pemahaman, mereka dapat mendorong partisipasi aktif dalam tindakan konservasi. Selain itu, proyek ini juga bertujuan untuk menyediakan ruang bagi para peserta untuk berdiskusi mengenai isu-isu lingkungan dan keanekaragaman hayati yang relevan, serta memberikan pengalaman praktis dalam mengambil tindakan nyata untuk melindungi keanekaragaman hayati. Hasil yang diharapkan dari

proyek ini adalah peserta akan memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang pentingnya konservasi lingkungan, mampu mengambil tindakan konkret untuk melindungi lingkungan, dan berbagi pengetahuan serta pengalaman mereka kepada orang lain. Target utama dari proyek ini adalah pemuda di daerah perkotaan
Jabodetabek dan Bandung, khususnya yang berusia 11-19 tahun, yaitu siswa SMP dan SMA. Proyek ini dirancang untuk melibatkan sekitar 50 siswa dari setiap sekolah yang berpartisipasi.

Rangkaian kegiatan proyek akan diadakan dari 16 Juni hingga 10 Agustus 2024, berlangsung dari pukul 13.00 hingga 15.00 WIB di aula sekolah dengan tema “Memahami Keanekaragaman Hayati dan Upaya Melestarikannya dari Ancaman Perubahan Iklim”. Proses implementasi proyek mencakup beberapa tahap, dimulai dari penelitian dan perencanaan, pengembangan proposal, perancangan jadwal, hingga pelaksanaan dan evaluasi. Selama delapan minggu, tim akan bekerja keras untuk memastikan setiap langkah diikuti dengan baik.

Kegiatan yang direncanakan mencakup pembukaan dan ice breaking yang dipimpin oleh fasilitator untuk mencairkan suasana, dilanjutkan dengan pengenalan konsep keanekaragaman hayati. Peserta akan belajar tentang klasifikasi dalam ekosistem dan ekologi, serta ancaman-ancaman yang dihadapi keanekaragaman hayati. Aktivitas akan diakhiri dengan sesi refleksi dan foto kelompok untuk mengabadikan momen kebersamaan.

Proyek “One Home, One MaggoKuy” adalah sebuah inisiatif ambisius yang dirancang oleh Shafira R.K, Andrio Nugraha, Fatin Hakimah, M. Al Faatih, dan Rosa Adinda P Bernama Tim Earth Eco and Environment. untuk mengatasi masalah sampah organik di Indonesia. Dengan memanfaatkan maggot atau larva lalat tentara hitam (Black Soldier Fly), proyek ini bertujuan untuk mengurai sampah organik secara efisien dan mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Latar belakang proyek ini muncul dari kesadaran akan masalah besar yang ditimbulkan oleh sampah organik. Sampah adalah sesuatu yang sering kita anggap sepele, tetapi dampaknya sangat mematikan. Salah satu contohnya adalah ledakan di tempat pembuangan akhir Leuwi Gajah, yang menewaskan banyak orang dan menunjukkan bahaya dari pengelolaan sampah yang buruk. Tragedi ini menjadi

pengingat bahwa masalah sampah bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi merupakan tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat. Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa limbah makanan di Indonesia mencapai 41,5%, membuktikan bahwa bahkan di tingkat rumah tangga, kesadaran dan tanggung jawab terhadap sampah masih sangat rendah.

Untuk mengatasi masalah ini, tim proyek memperkenalkan maggot sebagai solusi alami dan efektif. Maggot, atau larva lalat tentara hitam, memainkan peran penting dalam ekosistem dengan mengkonsumsi bahan organik yang membusuk, mempercepat proses dekomposisi, dan mengurangi volume sampah. Dengan memanfaatkan maggot, sampah organik dapat diurai lebih cepat dan efisien, menghasilkan pupuk organik dan pakan ternak yang bernilai ekonomis. Proyek ini direncanakan akan dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat, dengan target partisipasi masyarakat berusia 20 tahun ke atas. Proses pelaksanaannya mencakup beberapa langkah utama: pengumpulan sampah organik, penempatan maggot di tempat sampah, pemantauan secara rutin, panen maggot, dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat penggunaan maggot. Setiap rumah akan diberikan starterkit MaggoKuy yang berisi alat-alat seperti jaring, filter, media penetasan telur, mangkuk, sekop, buku panduan, dan telur maggot.

Rangkaian kegiatan proyek ini akan berlangsung selama sepuluh minggu. Pada minggu-minggu awal, tim akan menentukan lokasi untuk workshop dan merencanakan kegiatan tersebut. Workshop akan dilaksanakan pada minggu kelima, diikuti dengan pemantauan pelaksanaan proyek selama beberapa minggu berikutnya. Pada minggu kesembilan, bahan dan alat akan dibeli ulang, dan pada minggu kesepuluh, maggot yang telah matang akan diproses dan dijual sebagai pupuk organik atau pakan ternak.
Proyek ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, komunitas lintas iman, pengusaha, media, dan akademisi, menggunakan metode pentahelix untuk memastikan dukungan dan partisipasi yang luas. Anggaran proyek dialokasikan untuk tiga bidang utama: produksi, penelitian dan pengembangan, serta pemasaran. Struktur tim proyek terdiri dari CEO, CMO, COO, CPO, dan CFO yang masing-masing bertanggung jawab atas berbagai aspek operasional, pemasaran, produksi, dan keuangan proyek.

Proyek yang diusung oleh tim PeaceMaker for Nature, terdiri dari Rana, Fikri, Silva, dan Nurul, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang jejak karbon individu dan mendorong gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Proyek ini muncul dari keprihatinan terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca dan dampaknya terhadap pemanasan global serta perubahan iklim. Tim PeaceMaker for Nature menyadari bahwa setiap orang berkontribusi terhadap jejak karbon global melalui aktivitas sehari-hari. Dengan populasi dunia mencapai 7,9 miliar orang, dampak kumulatif dari jejak karbon individu menjadi sangat signifikan. Oleh karena itu, proyek ini berfokus pada pengurangan jejak karbon pribadi sebagai langkah penting untuk memperlambat laju pemanasan global dan mengurangi efek rumah kaca.

Salah satu inisiatif utama dalam proyek ini adalah penggunaan Kalkulator Jejak Karbon. Alat ini dirancang untuk membantu individu menghitung jejak karbon mereka, memahami sumber emisi, dan mencari cara untuk menguranginya. Dengan meningkatkan kesadaran tentang jejak karbon pribadi, tim berharap dapat mendorong perubahan gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Selain itu, proyek ini juga melibatkan berbagai aksi kolaboratif dengan organisasi non pemerintah (NGO) dan komunitas terkait untuk memperluas jangkauan dan dampak program. Melalui kampanye media sosial dan kegiatan advokasi, tim berusaha untuk mengajak lebih banyak orang untuk terlibat dalam aksi nyata mengurangi emisi karbon. Agenda pemuda yang diusung, “Get Closer with the World Zero Emission,” bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan komitmen peserta dalam mencapai kehidupan dengan emisi nol bersih.

Proyek ini mengedepankan pentingnya tindakan kecil yang konsisten untuk mencapai tujuan besar. Dengan memotivasi masyarakat untuk hidup dengan gaya hidup emisi nol, tim PeaceMaker for Nature berharap dapat menginspirasi perubahan yang luas dan berdampak positif terhadap lingkungan.
Proyek dari Youth Voice for Earth bertujuan untuk meningkatkan

keterlibatan pemuda dalam aksi iklim melalui inisiatif berbasis keagamaan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang religius cenderung lebih percaya pada urgensi penanganan perubahan iklim. Proyek ini berfokus pada pemanfaatan kekuatan agama untuk menggerakkan tindakan nyata dalam mengatasi krisis iklim.

Proyek ini dimulai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat keberagamaan di Indonesia cukup tinggi, mencapai 74,8% menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Mei 2022. Penelitian “Environment and Behavior” (2021) juga menunjukkan adanya korelasi antara kepatuhan dalam beribadah dan perilaku ramah lingkungan. Berdasarkan data ini, proyek ini mengidentifikasi bahwa agama memiliki potensi besar untuk memobilisasi masyarakat, terutama kaum muda, dalam aksi iklim. Tujuan utama proyek ini adalah meningkatkan kesadaran pemuda tentang krisis iklim dan pentingnya mengintegrasikan iman dalam menangani masalah ini. Tim proyek mengembangkan strategi media sosial yang melibatkan pembuatan konten Instagram berupa karosel, reel, tantangan, dan pengumuman. Konten ini dirancang untuk mengedukasi dan memotivasi pemuda agar lebih peduli terhadap isu-isu lingkungan melalui perspektif keagamaan.

Salah satu kegiatan penting dalam proyek ini adalah diskusi kelompok terfokus (FGD) untuk merumuskan strategi kampanye media sosial. Hasil dari FGD ini kemudian digunakan untuk menyusun draf penelitian yang berisi catatan dan detail hasil diskusi. Konten media sosial yang dihasilkan diharapkan dapat menjangkau dan melibatkan lebih banyak pemuda dalam aksi iklim, dengan target minimal 50 likes untuk setiap konten dan 2.500 tampilan reel. Strategi publikasi yang diterapkan melibatkan promosi konten pada waktu yang tepat dan berbagi informasi kepada semua kelompok relevan. Kolaborasi dengan tim talenta dan komunitas juga menjadi bagian dari strategi ini untuk memperluas jangkauan kampanye. Tim proyek percaya bahwa kontinuitas proyek ini dapat dijaga dengan melibatkan tantangan-tantangan yang terkait dengan isu-isu berbasis agama, yang dapat diikuti oleh pemuda dari organisasi lain.

Proyek ini memiliki jadwal yang ketat, dimulai dari workshop pada bulan Juni, diikuti dengan FGD dan produksi konten pada bulan Juli. Anggaran proyek mencakup penghargaan untuk pemenang pertama, kedua, dan ketiga dalam tantangan

yang diadakan, dengan total anggaran sebesar Rp. 100.000. Tim inti proyek terdiri dari individu-individu yang bertanggung jawab atas desain, pendanaan, penelitian, dan media sosial. Nama-nama seperti Ratu Hanun Tsamratul, Nur Fahmi Asiddiq, Shafa Fakhira, Norberto Gomes de Araújo, dan Achmad Maulana Dzakyy menunjukkan dedikasi dan komitmen mereka dalam menggerakkan proyek ini menuju kesuksesan.

Proyek dari Climate Advocate bertujuan mengatasi masalah cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Proyek ini menyoroti pentingnya mengurangi jejak karbon melalui penggunaan transportasi umum dan peningkatan kesadaran tentang energi terbarukan. Upaya advokasi dan pendidikan menjadi fokus utama, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak emisi karbon dan mendukung kebijakan yang ramah lingkungan.

Salah satu program unggulan dalam proyek ini adalah “Walk and Clean,” di mana peserta diajak berkeliling kota sambil memungut sampah. Program ini menargetkan partisipasi minimal 20 orang yang akan turut serta dalam tur kota sambil membersihkan lingkungan. Selama kegiatan ini, kampanye akan diadakan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya emisi karbon. Selain itu, proyek ini memanfaatkan media sosial dengan kampanye tagar #wearetheclimateadvocates untuk meningkatkan jangkauan dan pengaruhnya.

Proyek ini direncanakan berjalan selama sepuluh minggu dengan berbagai aktivitas yang mencakup peluncuran program, kampanye kesadaran, perekrutan peserta, pelatihan dan persiapan, promosi pra-acara, pelaksanaan acara pembersihan, refleksi dan perayaan pasca-acara, keterlibatan dan pendidikan komunitas, sorotan isu lingkungan lokal, evaluasi dan pengumpulan umpan balik, serta perencanaan masa depan.

Proyek selanjutnya dikembangkan oleh kelompok yang dikenal sebagai Sustainability Climate Squad, yang terdiri dari Amirul, Patrichi, Yulia, Jauharah, dan Ganda. Kelompok ini sangat prihatin dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca, degradasi lingkungan, dan volume sampah yang terus bertambah akibat krisis iklim. Emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global, yang menyebabkan perubahan iklim ekstrem. Selain itu,

peningkatan volume sampah, terutama sampah organik yang tidak dikelola dengan baik, memperburuk masalah ini dengan menghasilkan lebih banyak metana saat terurai di tempat pembuangan akhir.

Sustainability Climate Squad melihat bahwa pengelolaan sampah menjadi semakin menantang ketika berbagai jenis sampah tercampur. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran dalam mengolah sampah juga menjadi masalah, di samping aliran sampah yang tidak diatur ke tempat pembuangan akhir, yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Proses pembuangan sampah yang dilakukan secara manual memerlukan waktu dan tenaga yang signifikan. Untuk mengatasi masalah ini,
kelompok ini mengusulkan beberapa solusi alternatif yang berfokus pada pengolahan sampah organik menjadi biogas dan pembuatan eco enzyme dari sampah organik. Sasaran utama dari solusi ini adalah komunitas lokal dan komite agama. Eco enzyme adalah larutan fermentasi alami yang dibuat dari sampah organik seperti kulit buah dan sisa sayuran yang dicampur dengan gula dan air. Proses ini tidak hanya mengurangi volume sampah organik, tetapi juga menghasilkan produk yang bermanfaat untuk berbagai keperluan rumah tangga dan pertanian.

Proses pembuatan eco enzyme melibatkan mencampur satu bagian gula dengan sepuluh bagian air dalam wadah plastik kedap udara, lalu menambahkan tiga bagian sampah organik yang sudah dicincang. Campuran ini kemudian dibiarkan berfermentasi selama tiga bulan, dengan diaduk sekali seminggu untuk melepaskan gas yang terbentuk. Setelah tiga bulan, larutan disaring untuk memisahkan residu, dan eco enzyme siap digunakan. Manfaat eco enzyme sangat beragam, mulai dari merendam sayuran untuk menghilangkan pestisida dan bahan kimia berbahaya lainnya, membersihkan lantai dan dinding toilet, hingga mengurangi jumlah serangga dan nyamuk. Eco enzyme juga bisa digunakan untuk mencuci piring, membersihkan pakaian, memutihkan tanpa pemutih, serta menghilangkan noda minyak yang membandel.

Melalui proyek ini, Sustainability Climate Squad bertujuan untuk mengumpulkan sampah organik dari lingkungan sekitar dan mendidik komunitas tentang cara mengolah sampah organik menjadi eco enzyme. Mereka berharap bahwa dengan memaksimalkan penggunaan sampah organik, seperti kulit buah dan sisa sayuran, masyarakat akan menjadi lebih sadar akan pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan dampak positifnya terhadap lingkungan.

Proyek ini yang bernama “HydraCare: Water for Life, Life for Water” diprakarsai oleh kelompok Green World Warrior. Tim ini terdiri dari lima anggota: Dedi Muhammad Ramdhani, Deska Anggoro Priyosaputro, Muh. Vika Syauqy, Phetsamai Loranouphap, dan Rihab Chatti. Mereka berfokus pada krisis air yang semakin parah akibat perubahan iklim, pencemaran, penggunaan berlebihan, pertumbuhan populasi, dan infrastruktur yang buruk. Krisis air ini berdampak besar pada masyarakat lokal, mengurangi produktivitas pertanian, menyebabkan kerugian ekonomi, dan meningkatkan ketegangan sosial.

Di beberapa daerah, seperti yang dialami oleh seorang petani bernama Wajdi Graya, produksi anggurnya menurun drastis akibat suhu tinggi yang mencapai 38-48 derajat Celsius. Di Tunisia, seorang wanita bernama Ounissa Mazhoud harus berjalan sejauh 180 km untuk mendapatkan sumber air. Di Indonesia, seorang penduduk bernama Teuku Faisal harus mengambil air bersih dari sungai dengan motor karena desanya mengalami kekeringan.

Kelompok ini menyadari bahwa krisis air terutama disebabkan oleh perubahan iklim yang mengubah pola cuaca dan meningkatkan frekuensi kekeringan, pencemaran yang mencemari sumber air, penggunaan air yang berlebihan untuk pertanian, industri, dan kebutuhan pribadi, serta pertumbuhan populasi yang meningkatkan permintaan air. Selain itu, infrastruktur yang tidak memadai juga memperburuk distribusi dan pengelolaan air.

Sebagai solusi, mereka mengusulkan berbagai langkah seperti konservasi air dengan praktik penggunaan air yang efisien di pertanian, industri, dan rumah tangga. Mereka juga menekankan pentingnya pengendalian pencemaran dengan memperkuat regulasi untuk mengurangi pencemaran dari sumber industri dan pertanian. Teknologi inovatif seperti purifikasi air, desalinasi, dan irigasi efisien juga menjadi bagian dari solusi. Mereka juga mendorong praktik berkelanjutan dalam manajemen air dan investasi infrastruktur untuk meningkatkan penyimpanan, pengolahan, dan distribusi air.

Program utama yang mereka jalankan termasuk kampanye konservasi air dan proyek pemanenan air komunitas. Mereka menciptakan kampanye media sosial untuk meningkatkan kesadaran tentang konservasi air, berbagi infografis, video, dan testimoni yang menyoroti pentingnya menghemat air selama gelombang panas. Mereka juga mengorganisir inisiatif pemanenan air hujan di daerah dengan tekanan air rendah atau kekurangan air, bekerja sama dengan komunitas lokal dan organisasi non-pemerintah untuk mengumpulkan dan menyimpan air hujan untuk keperluan non minum.

Selain itu, mereka juga meluncurkan kampanye perubahan kebiasaan untuk mencegah pencemaran air. Kampanye ini berfokus pada mengubah kebiasaan buruk yang berkontribusi pada pencemaran air, seperti penggunaan plastik sekali pakai, bahan kimia, dan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Mereka mengorganisir
acara bersih-bersih komunitas di saluran air lokal, taman, dan ruang publik untuk meningkatkan kesadaran tentang pencemaran air.

Dengan pendekatan ini, mereka berharap dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi air dan pengelolaan sampah, mengurangi pencemaran, dan memperbaiki kualitas hidup. Melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk penduduk lokal, komunitas, dan media, proyek ini berupaya menciptakan dampak positif yang berkelanjutan terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Masuk kepada “Session 10: Climate Coaching” yang dibawakan oleh ibu Amanda Katili Niode, para peserta disambut dengan pemahaman mendalam tentang pentingnya pengembangan pribadi dan profesional di dunia yang bergerak cepat dan selalu berubah. Dalam sesi ini, Amanda menjelaskan bagaimana coaching dapat menjadi alat yang sangat kuat untuk membantu individu memaksimalkan potensi mereka dan mencapai tujuan.

Amanda memulai dengan memperkenalkan konsep “Three Brains Exercise,” di mana para ilmuwan telah mengidentifikasi tiga “otak” dalam tubuh kita: otak kepala yang bertanggung jawab atas logika dan pengambilan keputusan; otak hati yang mengatur emosi; dan otak usus yang menangani insting dan perubahan. Memahami dan memanfaatkan ketiga otak ini sangat penting, terutama di saat krisis. Keberanian dan identitas terkait dengan otak usus, nilai-nilai dengan otak hati, dan pemikiran sistemik dengan otak kepala.
Untuk membantu peserta membuat keputusan yang matang, Amanda memperkenalkan latihan mindfulness yang terdiri dari beberapa langkah. Pertama, peserta diminta untuk mengambil tiga napas dalam-dalam, menahan setiap napas selama 10 detik sebelum melepaskannya. Selanjutnya, fokus diarahkan pada apa yang dikatakan oleh otak logis mengenai keputusan yang akan diambil. Kemudian, peserta diajak untuk mengalihkan kesadaran ke hati dan mempertimbangkan emosi mereka tentang keputusan tersebut. Akhirnya, mereka diminta untuk membawa kesadaran ke insting usus mereka mengenai keputusan tersebut. Mengumpulkan informasi dari ketiga perspektif ini membantu peserta membuat pilihan yang lebih bijaksana.

Amanda juga menekankan pentingnya mengadopsi mindset pertumbuhan (growth mindset) untuk pengembangan pribadi. Mindset pertumbuhan merangkul tantangan dan melihat usaha sebagai jalan menuju penguasaan, sedangkan mindset tetap (fixed mindset) mudah menyerah dan merasa terancam oleh kesuksesan orang lain.
Selanjutnya, Amanda membahas tentang mindset keberlanjutan (sustainability mindset) yang sering dimiliki oleh CEO sukses. Mindset ini mencakup pandangan ekologis, perspektif sistem, dan perpaduan antara kecerdasan spiritual dan emosional. Mindset ini sangat penting bagi para pemimpin di dunia yang saling terhubung saat ini.
Peran model dan mentor juga menjadi fokus dalam sesi ini. Amanda menjelaskan bahwa memiliki role model atau mentor dapat secara signifikan meningkatkan pengembangan pribadi dan profesional. Peserta didorong untuk mencari bimbingan dalam berbagai bentuk, seperti mentoring, konsultasi, pelatihan, dan pengajaran.
Coaching, menurut Amanda, adalah kemitraan di mana pelatih menginspirasi dan membantu individu memaksimalkan potensi mereka. Dalam coaching tim, fokusnya adalah mencapai tujuan bersama melalui proses kolaboratif. Coaching iklim (climate coaching) melibatkan penciptaan ruang bagi individu untuk mempertimbangkan pentingnya perubahan iklim secara pribadi, memutuskan tindakan yang akan diambil, dan mempertahankan mindset untuk aksi berkelanjutan.
Untuk praktik coaching yang efektif, Amanda memperkenalkan model GROW. Pertama,

Goal, di mana peserta harus mendefinisikan hasil spesifik yang ingin dicapai. Kedua, Reality, yaitu menilai situasi saat ini dan mengidentifikasi tantangan. Ketiga, Options, yaitu mengeksplorasi langkah-langkah yang mungkin untuk mengatasi tantangan tersebut. Terakhir, Will, yaitu menentukan tindakan yang akan diambil dan menetapkan akuntabilitas.

Pada hari terakhir acara YCLC, peserta mengikuti rangkaian acara penutupan yang ditandai dengan upacara penutupan dan pidato dari perwakilan ICESCO dan CRP. Acara ini menjadi momen penting untuk merayakan pencapaian para peserta selama kegiatan berlangsung. Salah satu momen yang paling ditunggu adalah pengumuman kelompok dan individu terbaik selama YCLC.

Penghargaan diberikan kepada kelompok dan individu yang menunjukkan kinerja terbaik berdasarkan proyek yang telah mereka presentasikan sebelumnya. Para pemenang menerima tanda pins atau badges sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan atas prestasi mereka. Penghargaan ini menandakan bahwa mereka adalah yang terbaik dalam YCLC, dinilai dari proyek yang mereka tampilkan serta partisipasi aktif dalam berbagai sesi.
Untuk kategori individu terbaik, penghargaan diberikan kepada Jihan Anggita Putri dan Muhammad Amirul. Kedua individu ini berhasil menonjol dengan proyek mereka yang inovatif dan berdampak positif. Sementara itu, untuk kategori kelompok terbaik, penghargaan diberikan kepada kelompok “Earth Protector” yang terdiri dari anggota Muhammad Fahraz Firdaus, Muharam Risky Febriyan, Tumelo, Khunlaporn Thamissara, dan Irwinraj Singh. Kelompok ini dinilai terbaik berkat kerja sama tim yang solid dan proyek yang luar biasa.

Penilaian dilakukan berdasarkan jumlah stiker yang berhasil dikumpulkan oleh setiap peserta dan kelompok selama acara berlangsung. Setiap sesi YCLC memiliki games atau sesi QnA di mana peserta dapat menjawab pertanyaan dan mendapatkan stiker sebagai penghargaan untuk jawaban yang benar. Peserta dengan jumlah stiker terbanyak di akhir acara dinyatakan sebagai pemenang.

Karena acara terakhir bertepatan dengan hari Jumat, sebelum pulang, peserta dihimbau untuk melaksanakan sholat Jumat di lokasi yang telah disediakan oleh panitia. Setelah melaksanakan ibadah, peserta menuju bus yang akan mengantar mereka ke lokasi yang telah ditentukan oleh panitia dan fasilitator. Dengan demikian, berakhirlah rangkaian acara YCLC 2024 yang penuh dengan pembelajaran, kolaborasi, dan inspirasi. Para peserta kembali ke rumah masing-masing dengan semangat baru untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari dan berkontribusi lebih banyak dalam aksi iklim dan keberlanjutan.

  • Tags:



    Categories

    Tags

    Latest Post

    21 June

    Youth Climate Leadership Camp 2024 – Day 3

    Pada hari terakhir, yaitu hari ketiga, para peserta disambut dengan semangat yang tinggi, seperti hari-hari sebelumnya. Kegiatan pagi hari dimulai dengan sesi senam yang bertujuan untuk membangkitkan semangat dan energi peserta sebelum memasuki rangkaian acara selanjutnya. Namun, ada yang istimewa pada hari ketiga ini, karena untuk meningkatkan kolaborasi dan kebersamaan antara peserta dan fasilitator, sesi senam dipimpin oleh salah satu…
    Read More
    21 June

    Youth Climate Leadership Camp – Day 2

    Hari kedua Youth Climate Leadership Camp (YCLC) 2024 dimulai pada Kamis, 13 Juni 2024, sekitar pukul 06.00 waktu setempat. Para peserta, penuh semangat dan antusiasme, memulai hari dengan senam pagi. Senam ini tidak hanya bertujuan untuk menjaga kebugaran fisik tetapi juga untuk mempererat ikatan antar peserta. Dipimpin oleh peserta dan fasilitator, senam diiringi dengan lagu-lagu populer Indonesia seperti poco-poco, yang…
    Read More
    21 June

    Youth Climate Leadership Camp 2024 – Day 1

    Acara Youth Climate Leadership Camp 2024 diadakan pada tanggal 12 Juni 2024 di Villa Kebunsu Bogor, Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Menghadapi eskalasi krisis iklim yang semakin mendesak, ICESCO dan The Climate Reality Project Indonesia menyadari bahwa edukasi terkait isu lingkungan adalah langkah penting untuk membangun kesadaran dan tindakan nyata. Oleh karena itu, acara ini dirancang untuk melibatkan…
    Read More
    Climate Education Game Day
    31 May

    Climate Education Game Day

    Oleh: Jonathan Putra & Nadia Amanda Intern Climate Reality Indonesia Krisis iklim telah menjadi salah satu isu paling mendesak di abad ini. Dampaknya terasa di seluruh dunia, dari cuaca yang tidak menentu hingga bencana alam yang semakin sering terjadi. Dalam menghadapi tantangan ini, pendidikan tentang lingkungan dan perubahan iklim menjadi kunci penting untuk membangun kesadaran dan tindakan yang diperlukan untuk…
    Read More
    The Hubris of Power: Unveiling Patriarchy, Environmental Challenges, and Political Dysfunction in Contemporary Indonesian Politics
    30 April

    The Hubris of Power: Unveiling Patriarchy, Environmental Challenges, and Political Dysfunction in Contemporary Indonesian Politics

    By: Muhammad Adzkia Farirahman There is nothing more tragic than the hubris of men in politics. Even today, Indonesia is widely considered a patriarchal society. This is evident in the public discourse surrounding the 7th president of the Republic. The 62-year-old male is celebrated as a 'Father Figure' of the nation, harking back to feudal times when Indonesia had yet…
    Read More
    Konferensi Tahunan “Let’s Do It! Asia 2024 Penang” untuk Gerakan #TheWorldWeWant
    30 April

    Konferensi Tahunan “Let’s Do It! Asia 2024 Penang” untuk Gerakan #TheWorldWeWant

    Membangun Gerakan #TheWorldWeWant atau dunia yang kita inginkan yang diprakarsai Climate Action Network International sekian tahun ini, bagi sebagian orang mungkin terdengar terlalu utopis. Tetapi bagi para aktivis iklim dan lingkungan, ini adalah sebuah visi yang selalu berhasil memantik semangan dan memberi dorongan energi besar saat lelah mental mendera. Termasuk bagi Climate Reality Indonesia yang menandatangani Kesepakatan Kerja Sama sejak…
    Read More

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    *

    *
    *

    logo