Hari kedua Youth Climate Leadership Camp (YCLC) 2024 dimulai pada Kamis, 13 Juni 2024, sekitar pukul 06.00 waktu setempat. Para peserta, penuh semangat dan antusiasme, memulai hari dengan senam pagi. Senam ini tidak hanya bertujuan untuk menjaga kebugaran fisik tetapi juga untuk mempererat ikatan antar peserta. Dipimpin oleh peserta dan fasilitator, senam diiringi dengan lagu-lagu populer Indonesia seperti poco-poco, yang juga memperkenalkan budaya lokal kepada peserta dari berbagai negara. Setelah sesi senam yang menyegarkan, peserta menikmati sarapan khas Kota Bogor untuk mengisi energi mereka sebelum melanjutkan ke kegiatan berikutnya.
Setelah sarapan, kegiatan utama hari itu adalah field trip atau hiking ke area warga dan lingkungan asri di sekitar Villa Kebunsu. Field trip ini dirancang untuk memberikan pengalaman langsung tentang ekosistem lokal dan interaksi dengan masyarakat setempat. Dipandu oleh fasilitator yang sebagian adalah aktivis pramuka, perjalanan hiking ini menempuh rute lebih dari 4 km dengan berjalan kaki. Selama hiking, peserta diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan warga sekitar dan petani, mempelajari kehidupan dan tantangan yang mereka hadapi.
Rute hiking melintasi area permukiman sebelum menuju dataran tinggi yang menanjak dan menurun. Sepanjang perjalanan, peserta belajar membedakan jenis sungai yang terkontaminasi oleh polusi dari masyarakat sekitar dan sungai yang masih bersih. Pengetahuan ini penting untuk memahami dampak negatif aktivitas manusia terhadap lingkungan dan pentingnya konservasi sumber daya air.
Menghadapi medan yang sulit dijangkau, peserta dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing ditemani oleh mentor, fasilitator, dan aktivis pramuka. Perjalanan ini dirancang dengan beberapa tempat perhentian di mana peserta dapat beristirahat, mengambil dokumentasi, dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Di setiap perhentian, peserta juga diberikan kesempatan untuk mendukung UMKM lokal dengan membeli makanan atau minuman yang disediakan oleh penduduk setempat.
Selama field trip, peserta juga diperkenalkan pada konsep ketidakadilan iklim (climate injustice). Mereka melihat langsung bagaimana sungai yang terkontaminasi tidak dapat diberdayakan dan memerlukan biaya yang lebih besar untuk pembersihan dan rehabilitasi dibandingkan dengan sungai yang masih bersih. Hal ini membuka mata mereka tentang ketidakadilan yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan yang tercemar dan betapa pentingnya upaya konservasi dan kebijakan lingkungan yang adil.
Antusiasme peserta tidak surut meskipun menghadapi rute hiking yang panjang dan menantang. Sepanjang perjalanan yang berlangsung sekitar 3 jam, peserta menunjukkan semangat tinggi dan kebersamaan yang kuat. Mereka saling membantu dan bekerja sama, menciptakan pengalaman yang mempererat ikatan antar peserta dan memperkuat kesadaran mereka akan pentingnya aksi kolektif dalam menjaga lingkungan.
Setelah kembali dari hiking, peserta diberikan waktu untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan ke sesi berikutnya. Sesi ini dirancang untuk merefleksikan pengalaman mereka selama hiking dan menghubungkan observasi mereka dengan teori yang telah dipelajari
sebelumnya. Diskusi kelompok menjadi bagian penting dari refleksi ini, di mana
peserta bekerja dalam tim untuk menganalisis temuan mereka dan mengembangkan solusi untuk tantangan lingkungan yang dihadapi oleh komunitas yang mereka kunjungi.
“Session 7: Empower Advocates for Climate Justice” ini merupakan penting bagi para peserta untuk mendalami strategi-strategi yang dapat membantu anak muda dalam memimpin aksi perubahan iklim. Acara ini didukung oleh Sean dan Erfa dari Kedutaan Besar Inggris, keduanya memiliki pengalaman luas dalam diplomasi iklim dan advokasi kebijakan.
Sesi dimulai dengan pemaparan mengenai pentingnya keterampilan berbicara di depan umum yang efektif. Sean dan Erfa menekankan bahwa penyampaian yang dinamis dan menggerakkan emosi lebih efektif daripada pembacaan catatan dengan monoton. Mereka memberikan tips praktis seperti berlatih secara rutin, meminimalkan penggunaan catatan, menyisipkan cerita pribadi, dan menyesuaikan kecepatan bicara untuk mengurangi rasa gugup. Peserta juga diajak untuk memahami bahwa struktur penyampaian yang jelas.
Selanjutnya, peserta diberikan panduan tentang pentingnya kampanye media sosial yang berdampak. Mereka diajarkan untuk menggunakan kerangka kerja OASIS (Objective, Audience, Strategy, Implementation, Scoring) dalam merancang pesan yang tidak hanya kaya akan fakta dan bukti, tetapi juga relevan secara emosional. Peserta juga diberikan saran untuk menjaga profil media sosial agar tetap profesional, mengingat era informasi yang sangat terbuka dan potensi dampak negatif dari reaksi masyarakat terhadap konten yang dipublikasikan. Pembahasan selanjutnya adalah tentang penyusunan kebijakan singkat (policy brief) yang efektif. Para peserta mempelajari teknik menyusun brief kebijakan dalam format dua halaman, yang mencakup konteks keputusan, latar belakang isu, rekomendasi tindakan, serta analisis risiko dan perspektif yang mungkin muncul. Mereka diberikan pemahaman bahwa keberhasilan advokasi kebijakan seringkali bergantung pada relevansi dan kecakapan dalam menyusun brief yang tepat waktu.
Sesi ini juga menyoroti pentingnya advokasi untuk keadilan iklim, dengan membedakan pendekatan “inside track” yang bekerja sama dengan pemerintah dan strategi “outside track” seperti litigasi iklim. Prinsip-prinsip transisi yang adil, seperti keadilan distribusi, prosedural, restoratif, dan rekognitif, diangkat sebagai fondasi dalam menavigasi transisi sosio-ekonomi yang dipicu oleh perubahan iklim. Para peserta juga diajak untuk mengeksplorasi peran teknologi dan inovasi dalam mempercepat solusi iklim, sambil diingatkan untuk tidak terlalu bergantung pada solusi teknologi semata. Mereka dianjurkan untuk mengintegrasikan inovasi dengan proses-proses manusia dalam tata kelola dan negosiasi sosial untuk mencapai perubahan yang berkelanjutan. Sesi ini juga mengulas kebijakan iklim Inggris, seperti Undang-Undang Perubahan Iklim tahun 2008 dan anggaran karbonnya, sebagai konteks legislatif untuk diskusi kebijakan iklim. Para peserta diberikan pemahaman tentang tujuan jangka panjang yang mencakup pencapaian emisi bersih pada tahun 2050, yang menjadi patokan penting dalam aksi iklim global.
Setelah menyelesaikan sesi yang mendalam tentang pemberdayaan advokat iklim, peserta melanjutkan ke sesi berikutnya yaitu “Session 8: Identify Challenges and Solutions for Youth-Led Climate Action” yang dipimpin oleh Samantha Ramadhanti. Samantha, seorang
pemimpin iklim terkemuka dari Indonesia, memimpin diskusi tentang identifikasi tantangan dan solusi dalam aksi iklim yang dipimpin oleh anak muda. Samantha memulai
sesi dengan memperkenalkan dirinya dan menjelaskan bahwa pandangannya adalah pandangan pribadi, tidak mewakili Unity Indonesia atau pemerintah Indonesia. Fokusnya adalah memberikan wawasan tentang tantangan yang dihadapi para aktivis iklim muda dan mengusulkan solusi inovatif untuk mengatasinya.
Dia berinteraksi dengan peserta dengan mengajukan pertanyaan siapa di antara mereka yang sudah memulai aksi iklim sendiri. Ini mendorong beberapa peserta untuk berbagi pengalaman mereka, menyoroti dampak emosional dan praktis dari upaya mereka untuk menjaga lingkungan. Samantha sendiri membagikan perjalanan pribadinya dalam aktivisme iklim, mulai dari mendirikan kelompok aksi komunitas selama kuliahnya hingga menyadari kompleksitas dan cakupan yang lebih luas dari perjuangan iklim.
Dalam diskusinya, Samantha mengidentifikasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh aktivis iklim muda, termasuk tantangan teknis, adaptif, politik, dan ekonomi serta sosial. Dia tidak hanya mengidentifikasi tantangan-tantangan ini, tetapi juga menawarkan strategi konkret untuk mengatasinya. Salah satunya adalah dengan mengembangkan keterampilan teknis yang diperlukan dan membangun jaringan dukungan yang kuat.
Para peserta melanjutkan perjalanan mereka ke sesi berikutnya yang dipimpin oleh Ari W Adipratomo, “Session 9 : Climate Big Picture.”
Ari W Adipratomo membuka sesinya dengan menggambarkan secara detail konsep konsep krusial yang terkait dengan perubahan iklim. Ia secara jelas menjelaskan bahwa “climate justice” bukan sekadar masalah lingkungan fisik, tetapi juga masalah etika dan politik yang mempertimbangkan perlakuan adil terhadap semua individu dan hak-hak komunitas yang paling terdampak oleh perubahan iklim.
Dalam konteks ini, Ari menggarisbawahi betapa pentingnya memahami bahwa beberapa kelompok masyarakat, khususnya yang kurang mampu dan terpinggirkan, sering kali mengalami dampak yang lebih besar dari perubahan iklim, sementara mereka memiliki kontribusi yang relatif kecil terhadap penyebab masalah tersebut. Ini mengilustrasikan pentingnya membangun sistem yang adil dan inklusif dalam merespons tantangan perubahan iklim global.
Sesi Ari juga mendalami konsep “climate financing”, yang melibatkan alokasi sumber daya keuangan untuk mendukung tindakan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Dia menyoroti bahwa sumber daya ini berasal dari berbagai sumber, termasuk pemerintah, lembaga internasional, dan sektor swasta, serta perlu dikelola secara efektif untuk mencapai dampak yang maksimal dalam mengurangi risiko iklim global.
Selanjutnya, Ari mengulas fenomena “greenwashing”, yaitu praktik di mana perusahaan menggunakan klaim dan pemasaran yang menyesatkan untuk membuat produk atau layanan mereka terlihat lebih ramah lingkungan daripada yang sebenarnya. Ini menunjukkan tantangan etis dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas di antara pelaku pasar terkait upaya iklim. Lalu selesai sudah dengan sesi-sesi yang mendalam dan penuh inspirasi sepanjang hari kedua, peserta berlanjut ke acara puncak yang mempesona: Fashion Show on Traditional Clothing, Bonfire Night, Reflection and Sharing Session. Acara ini menjadi titik akhir yang sempurna dari pengalaman belajar mereka di acara ini, menggabungkan kekayaan budaya lokal dengan refleksi mendalam atas semua yang telah dipelajari.
Fashion Show on Traditional Clothing menjadi sorotan utama acara, di mana peserta dari berbagai negara memamerkan keindahan dan keunikannya melalui pakaian tradisional mereka. Setiap penampilan tidak hanya memancarkan keindahan visual, tetapi juga menggambarkan warisan budaya yang kaya dan beragam dari masing-masing partisipan. Ada yang menampilkan tarian tradisional yang anggun, diiringi dengan lagu-lagu khas yang menghidupkan suasana dengan latar belakang api unggun yang memancarkan cahaya kehangatan dan kebersamaan.
Melalui kombinasi unik dari acara-acara ini, peserta tidak hanya memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga membangun hubungan yang kuat dan memperdalam pengertian tentang keberagaman budaya global. Acara ini bukan hanya sekadar pembelajaran, tetapi juga sebuah perayaan akan kekayaan budaya dan komitmen bersama untuk mewujudkan perubahan yang berkelanjutan demi masa depan bumi yang lebih baik.